admin
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan merupakan produsen utama produk pertanian. Bagaimana cara memperkuat ketahanan pangan lewat digitalisasi pertanian?
Hampir 45% penduduk tinggal di daerah pedesaan. Lebih dari 90% penduduk bekerja di sektor pertanian sebagai petani kecil. Lahan pertanian mencapai 32% dari total luas lahan negara, dan sektor pertanian menyumbang sekitar 14% dari Produk Domestik Bruto [PDB] nasional.
Walau memiliki potensi besar, sektor ini masih menghadapi beberapa tantangan. Di antaranya adalah biaya produksi yang masih tinggi, dan sektor pertanian yang berorientasi padat karya. Petani kecil selalu bekerja keras, namun mereka masih belum mendapatkan pembagian keuntungan yang setara dengan kerja keras mereka.
Menurut keterangan pers yang diterima Redaksi KedaiKata, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia FAO bekerjasama dengan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian [Pusdatin] Kementerian Pertanian [Kementan] untuk pertama kalinya meluncurkan strategi digitalisasi pertanian di Indonesia, yaitu “Strategi Nasional e-Agriculture” yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya data dan informasi di sektor pertanian untuk kepentingan petani kecil.
“Sangat penting dicatat bahwa Kementerian Pertanian bekerjasama dengan FAO telah mempercepat pembangunan pertanian di negara ini. Saya mengapresiasi strategi nasional e-agriculture yang bertujuan memberikan fasilitasi instrumen yang sangat dibutuhkan Kementerian untuk mempercepat pembangunan pertanian kita di hulu, on farm, dan pasca panen, agar petani memperkuat posisinya industri pertanian,” kata Dr. Kasdi Soebagyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian dalam sambutannya pada acara peluncuran Strategi Nasional e-Agriculture pada hari ini [28/2] di Yogyakarta.
Data luas lahan yang digarap, produktivitas, jalur pemasaran, diversifikasi harga komoditas konsumsi, dan keamanan pangan merupakan beberapa contoh parameter data dalam produksi pertanian yang sangat dibutuhkan oleh pengambil kebijakan. Data yang komprehensif tersebut dapat mempercepat pengembangan Early Warning System [EWS] pada akhirnya yang dapat mengurangi dampak bencana tertentu di suatu negara.
Di dalam Roadmap Strategi Nasional e-Pertanian disebutkan antara lain Indonesia pada tahun 2027 akan memiliki basis data terintegrasi untuk lahan pertanian dan petani; itu menyediakan sistem peringatan dini digital untuk bencana yang mengancam produksi pertanian, dan menjalankan sistem untuk pengumpulan, ekstraksi, dan analisis data pertanian.
“Salah satu pintu masuk utama transformasi sistem pertanian pangan di Indonesia adalah digitalisasi pertanian. Digitalisasi akan menghasilkan data yang terpercaya dan platform bagi para pembuat keputusan untuk membuat kebijakan yang tepat sasaran. Kita perlu mengumpulkan data real time untuk informasi yang lebih transparan untuk memudahkan petani mendapatkan akses yang lebih baik ke pasar,” kata Perwakilan FAO Rajendra Aryal di Indonesia dan Timor Leste.
Digitalisasi Pertanian juga merupakan cara untuk menarik kaum muda untuk terlibat dalam bisnis pertanian, “Digitalisasi adalah masa depan, dan masa depan sekarang adalah untuk memberdayakan perempuan, laki-laki, dan pemuda di bidang pertanian" ujar Rajendra.
Platform Pengumpulan Data Pertanian Digital [DCP]
Salah satu inti dari solusi digital di dalam “Strategi Nasional e-Agriculture” adalah database yang andal untuk pengambailan keputusan. Hal ini dituangkan dalam sistem Data Collection Platform [DCP] yang dapat menyusun data pertanian dari berbagai sumber dan sistem.
“Begitu data tersedia, penerapan solusi elektronik lainnya relatif mudah diikuti dan diintegrasikan. Implementasi e-solution untuk setiap daerah akan dilakukan secara selektif berdasarkan kebutuhan daerah, ketersediaan infrastruktur, dan kearifan lokal,” tambah Rajendra.
Bersama Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Kementerian Pertanian, dan FAO membuat DCP berbasis web dan mobile yang dapat merekam data secara real time. Data yang telah dikumpulkan dan disusun oleh DCP di lapangan menghubungkan data real time dengan Agriculture War Room [AWR] Kementan di Jakarta.
Penyuluh Pertanian di Desa Margoluwih, Yogyakarta dan petani kopi di Desa Pupuan, Bali telah menjadi bagian dari proyek percontohan untuk DCP. Kementerian Pertanian telah memperluas percontohan ke Subang di Jawa Barat pada Januari tahun ini.
Sementara itu, FAO juga menginisasi pekerjaan eksperimental dengan Badan Riset dan
Inovasi Nasional [BRIN] untuk mengembangkan basis data guna menghitung total luas lahan pertanian dan hasil panen yang sedang berlangsung. Kerjasama ini selanjutnya bertujuan untuk mengintegrasikan data satelit BRIN dengan data di lapangan yang terekam oleh di DCP. [][Rommy Rimbarawa/KK]
Belum ada komentar !