admin
Pagi itu, Sabtu, 28 September 2024, cuaca cerah di Lapangsari SC. Matahari bersinar, tetapi panasnya terhibur angin sejuk yang bertiup dari perbukitan di sekitar. Lapangan sepakbola di depan Kantor Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung itu tampak sudah penuh kesibukan.
Sekeliling lapangan disesaki tenda-tenda besar. Mulai dari tenda BNPB, BPBD, Kementrian Sosial, Dinas Kesehatan, TNI, Brimob, tenda relawan, dan sisanya tenda-tenda pengungsi. Ada juga fasilitas penjernihan air, penyedia air bersih. Sejumlah mobil berdatangan, silih berganti, menurunkan kardus-kardus berisi bantuan untuk korban bencana. Hari itu genap 10 hari lewat dari gempa bumi bermagnitudo 5 skala Richter yang menghantam Kertasari, akibat aktivitas patahan sesar baru.
“Khoirunnaas anfauhum linnaas,” sebut Anne Hermadianne Adnan di apel pagi itu. Anne adalah Pelaksana Harian Kepala BPBD Provinsi Jawa Barat. Ia merupakan salah satu petinggi yang menjadi penanggungjawab penanggulangan bencana di lokasi tersebut. Anne menyitir hadits Nabi Muhammad SAW yang terjemahannya adalah, ‘orang yang paling baik adalah yang berguna bagi sesamanya’. Di hadapan Anne, berdiri 70 mahasiswa semester 3, 5, dan 7 program studi Bimbingan Konseling Agama Islam Universitas Islam Negeri [UIN] Sunan Gunung Djati [SGD] Bandung. Mereka tergabung dalam BINGKAI [Bimbingan Konseling Agama Islam], komunitas yang ikut terjun membantu korban bencana saat itu.
Anne menyambut baik inisiatif BINGKAI membantu para korban bencana mengatasi trauma yang menyelimuti mereka, karena sejak 18 September lalu, masih terjadi sejumlah gempa susulan. Menurut data sementara BPBD Provinsi Jawa Barat, sebanyak 450 warga terpaksa mengungsi, seorang meninggal, 58 orang luka ringan dan 23 lainnya luka berat dari desa yang terdampak gempa bumi yakni Desa Cibeureum, Tarumajaya, Cikembang, Cihawuk, Resmitinggal, dan Sukapura.
Anne tidak sendirian. Ia didampingi Ketua Program Studi Bimbingan Konseling Agama Islam UIN SGD Bandung, H. Dede Lukman, M.Ag dan dr. Ahmad Nurhadi, pembimbing BINGKAI. Dede mewanti-wanti kepada para mahasiswa untuk tidak ragu dalam membantu memberikan dukungan psikososial kepada para korban keluar dari situasi mental yang membuat mereka khawatir dan ketakutan. Maklum saja, sebagian besar dari para korban ini harus merelakan rumahnya roboh atau rusak berat, sehingga mereka kehilangan tempat berlindung. Dede mengingatkan bahwa tujuan para mahasiswa itu untuk memberikan dukungan mengelola emosi dan psikis kepada para penyintas, khususnya ibu-ibu dan anak-anak.
Sementara itu Ahmad yang juga Dokter Klinik Pratama di Polda Jawa Barat ini bersama Nuswantara Muda yang dikomandani Bezie Galih Manggala menurunkan sejumlah relawan dari Volunteers in Psychology [VIP], Volunteers of Counselor [VOC], dan Rempug Bimbingan Konseling [RUBIKON] yang memperkuat BINGKAI membantu para korban bencana.
Kegiatan relawan yang dipimpin Ketua Komunitas BINGKAI Ilmi Nurhuzainatul ini berlangsung dari pukul 9 hingga 12 siang. Mereka membuat support group untuk para ibu. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan pengalaman mereka, berbagi cerita, serta mendapat dukungan dari sesama. Sementara itu, anak-anak korban gempa diajak bermain dan mengikuti berbagai kegiatan kreatif yang dirancang untuk mengalihkan perhatian mereka dari trauma yang dialami.
Baca Juga: Kirab Merah Putih Siswa-siswi SMPN 2 Tanjungsari
Dukungan dari relawan Nuswantara Muda, bukan hanya terbatas dari sisi psikososial, melainkan juga dukungan fisik kepada satuan Brimob yang bertugas sejak seminggu lalu. Adalah Sila Purwaraga, yang juga dikenal sebagai Gadis Kretek [dibaca dengan e pepet, seperti di kata ‘pecel’], yang turun langsung memperbaiki postur tubuh para anggota Brimob. Sebagian dari mereka menderita pegal-pegal karena terus beraktivitas membantu warga membereskan reruntuhan rumah dan bangunan lainnya. Sila yang membawa bendera FTH [Forum UMKM Nuswantara Terapis & Herbalis] ini tak ragu untuk menarik, memutar, menekuk, dan membunyikan sendi-sendi di punggung, leher, dan lengan para pasiennya. Selain keluhan salah urat, terkilir, Sila juga membantu barisan berseragam hitam ini yang menderita masuk angin.
Hari kedua melibatkan 50 mahasiswa yang melanjutkan sesi dukungan serupa. Baik para ibu maupun anak-anak merasakan manfaat dari kegiatan ini, dengan harapan mereka bisa lebih kuat menghadapi tantangan pasca-bencana.
Kegiatan dukungan psikososial ini diakhiri dengan refleksi bersama. Para mahasiswa dan peserta berbagi perasaan serta evaluasi. Sesi diakhiri dengan foto bersama sebagai bentuk solidaritas dan kenangan dari kegiatan ini.
Kehadiran mahasiswa beserta komunitas-komunitas lainnya dalam kegiatan ini diharapkan dapat meringankan beban psikologis para korban gempa Kertasari, serta menjadi contoh nyata dari kolaborasi perguruan tinggi dan komunitas dalam membantu masyarakat yang terdampak bencana.
Bezie menyebutkan, Nuswantara Muda tengah menyiapkan kegiatan Indonesian Disaster Adaptive [IDA] Camp 6 yang rencananya akan digelar pada akhir Oktober atau awal November mendatang.
“IDA Camp,” papar Bezie, “merupakan gerakan pemuda dalam ruang lingkup sosial kemasyarakatan kemanusiaan yang mempelopori adaptasi bencana di Indonesia. Kegiatan ini berfokus kepada percepatan penerapan adaptasi bencana di Indonesia,” ujarnya di Lapangsari SC. Lima kegiatan IDA Camp sebelumnya diikuti oleh santri, marbot, relawan, prajurit dan polisi muda, serta masyarakat umum.
Menyambung keterangan Bezie, dr. Ahmad yang juga salah satu inisiator kegiatan menambahkan, “IDA Camp menerapkan pola kerjasama pentahelix, yakni kerjasama komunikatif, koordinatif, konsolidatif sinergitas, dan kolaboratif bersama dengan komponen Pemerintah, Pengusaha, Organisasi/Kemasyarakatan, Akademisi, dan Media. Diharapkan, pencapaian dalam setiap kegiatan bisa berjalan dengan baik dan efektif,” pungkasnya. [Rommy Rimbarawa/PR/KK]
Belum ada komentar !